AKHWAT, JANGAN BIASAKAN BEPERGIAN SENDIRIAN!!

- Bagaimana hukum wanita bepergian tanpa mahram? Bagaimana hukum wanita safar tanpa mahram? Bagaimana hukum wanita keluar tanpa izin suami? Bagaimana wanita pergi haji tanpa mahram? 

Akhwat bepergian bersama mahram, sepertinya terlalu abnormal untuk jaman kurun sekarang ini. Malah dianggap sebegai pengekangan. Ada juga yang tahu hukumnya, tapi terlalu banyak alasan. Alasan hanyalah akan membuat kita menjadi seorag pembangkang. Kenapa tidak berpikir bagaimana supaya kita patuh dan taat dalam beragama.

Lihat SIAPA MAHRAM KITA?

Agama mensyariatkan kita harus bersama mahram, bila ingin bepergian.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita. Dan janganlah seorang perempuan bepergian kecuali ada mahram bersamanya.” Ada seorang laki-laki bertanya, “Aku telah diputuskan untuk berperang, sedangkan istriku akan pergi haji.” Rasulullah menjawab, “Pergilah dan berhajilah bersama istrimu.” (Bukhari dan Muslim, diambil dari Riyadush shalihin)

Pertama, dilarang berduaan dengan laki-laki. Yang kedua, dilarang bepergian kecuali dengan mahram. Bahkan seorang laki-laki yang diputuskan berperang, namun ketika bertepatan istrinya mau berhaji, maka Rasululullah memerintahkannya untuk menemani istrinya.

Memang ada riwayat lain mengatakan, dilarang bepergian sehari semalam kecuali dengan mahram.

Perjalanan sehari semalam di jaman dulu, yang hanya memakai transportasi hewan, tak bisa disamakan dengan jaman sekarang dengan transportasi yang sangat cepat.

Allamah Syami rah,a mengatakan, “perjalanan seorang wanita tanpa mahramnya yang dilarang yakni perjalanan yang memakan waktu 3 hari 3 malam (dengan jarak sejauh 48 mil)..."

48 mil? Jaman sekarang hanya bisa beberpa jam.

Ada ulama lain yang berpendapat, dilarang wanita bepergian tanpa mahram, walaupun jaraknya hanya 2 ataupun 4 mil. Mungkin mereka mengacu pada hadits, “Wanita yakni aurat. Dan sesungguhnya bila wanita keluar dari rumahnya, niscaya setan akan selalu mengawasinya…” (potongan hadits dari Ibnu Umar ra, hadits Thabrani dalam kitab Targhib)

Beberapa pesan yang tersirat dilarang bepergian tanpa mahram. 
1. Untuk melindungi dari fitnah, menjaga keselamatan dan kehormatan 

“Wanita yakni aurat. Dan sesungguhnya bila wanita keluar dari rumahnya, niscaya setan akan selalu mengawasinya…” 

Wanita merupakan salah satu ranjau setan, maka bila wanita keluar rumah, setan selalu mengawasinya dan ia akan menciptakan fitnah, bila sedikit saja ada celah.

Setan akan berusaha mengalihkan pandangan laki-laki untuk mengarah kepadanya dan setan pula yang membuat wanita itu mengagumkan di mata laki-laki (walaupun bersama-sama penampilannya pas-pasan). Setan pula akan meniupkan pikiran-pikiran negative baik kepada laki-laki maupun perempuan itu sendiri. Jika dengan adanya mahram, maka situasi tidak akan seburuk ini.

Diri langsung pernah mengalami hal-hal buruk sebelum menikah ketika bepergian sendiri. Entah darimana, selalu ada saja perjaka yang menggoda, bahkan pernah mengganggu. Sungguh mengerikan bila mengingat hal itu. Beruntung Tuhan masih lindungi saya ketika itu.

Pengalaman memang tidak bisa disama ratakan, tapi setidaknya di sini kita menemukan hikmahnya kenapa wanita dilarang bepergian tanpa ada laki-laki mahramn menemani.

Satu hal lagi:

Disyariatkan bepergian dengan adanya mahram yakni demi keamanan, kehormatan harta dan diri. Akan tetapi, bila mahramnya fasik, bahkan diduga akan menggiring kita berbuat dosa, maka berjalan dengan mahram ibarat ini tidak dibenarkan.

2. Sejauh mana penghormatan dan kepedulian laki-lakimu untuk dirimu.

Mungkin ini terlalu berlebihan, tapi dari sini kita akan sejauh manakah laki-laki kita peduli dengan kita.

Alhamdulillah, semenjak menikah tak pernah keluar rumah tanpa pangeranku, #ehm. Walaupun dengan jarak yang sangat akrab kecuali memang kondisinya sudah tidak memungkinkan lagi.

Ada sebuah kenangan, yang bila kalian membaca diyakinkan akan bikin baper.. :)

Suatu hari, putriku yang di pondok nelpon sambil nangis-nangis. Pasalnya ia kehilangan kartu ATM. Ya, mungkin ia ketakutan, alasannya mungkin pikirnya kehilangan ATM berarti kehilangan uang.

Pihak pondok, meminta saya untuk memblokirnya supaya tidak disalahgunakan oleh sipengambil, kalau memang ATM itu diambil orang lain.

Aku yang terbawa situasi menegangkan, tanpa pikir panjang telpon suami dan kebetulan suami lagi takziah dan ia mengizinkanku pergi sendiri.

Langsung saja meluncur ke Bank BNI Syariat. Selang beberapa menit, suami menelpon dan menanyakan saya dimana. Kujawab saja, di BNI Syariat yang ada di dalam utama.

Rupanya setelah memberi izin, ada rasa sesal di hatinya. Langsung saja ia meluncur, tapi salah BANK BNI nya. Dia meluncur ke BNI biasa yang tempatnya tak jauh dari rumah. (*maaf ini bukan promosi bank  :) )

“Kukira BNI di situ?”

“Rekeningku kan BNI Syariah, mana bisa di urus di BNI biasa. Memangnya kenapa sih, kalau saya pergi sendiri?  Lagian apa salahnya saya diajari mandiri? Tuh mungkin tak selamanya kau bisa menemaniku?”

Dia jawab apa coba? Dia bilang, “Apa gunanya saya sebagai laki-laki pelindung, kalau istriku kemana-mana sendirian?” ciee, rasanya hati ini melompat tinggi ke awan #Lebay.

Dia juga menambahkan, “Saat ini ada aku, jadi itulah kulakukan. Adapun kelak, kemandirian bisa saja dilakukan, kalau kondisi memang begitu. Anak ayam aja bisa nyari makan sendiri, apalagi insan yang punya logika dan iman.” #iya juga.

3. Sejauh mana ketaatanmu kepada Allah.

Pernah suatu hari obrol-obrol dengan teman. Setelah mengatahui saya dihantar suami, ia bingung. Ko dihantar suami? Sejujurnya saya lebih bingung, “Ustadzahku ko pergi sendiri?” Ustadzah ga tau ya hukum bepergian seorang wanita? Apalagi kalau melintasi pulau dan lautan?

Tapi, saya hanya bisa mengambil kesimpulan: mungkin inilah hidayah. Seseorang ustadz/ah belum tentu bisa amalkan agama alasannya memang hidayah di tangan Allah. Sebaliknya, mantan preman kalau memang ada hidayah untuknya, bisa jadi pengamalannya dalam agama lebih kuat.

Aku sendiri, saya bukanlah orang yang taat-taat amat. Tapi saya hanya berusaha untuk taat dan beginilah hidupku mengalir.

Tapi ketaatan ini, bisa kita ambil dari pola lain. Seorang akhwat, mondok di pondok tahfiz. Jika ia ingin pulang ke rumah, saudara laki-lakinya selalu siap mengantar.

Padahal saudara laki-lakinya tidak begitu paham agama. Istrinya sendiri sering bepergian sendirian. Tapi ia bisa bela-belain ngantar adiknya, walaupun harus tidak kerja sehari atau bahkan dua. Karena perjalanan kurang lebih 3-4 jam, bila terlalu lelah, terpaksa menginap.

Inilah akomodasi untuk akhwat itu. Mungkin alasannya niatnya untuk taat, selalu saja ada akomodasi untuknya. Padahal kalau-kalau dipikir-pikir, bila ia mau, ia bisa pergi sendiri memakai transportasi umum.

Tapi disitulah, dan ini patut kita tanyakan pada diri kita, sejauh manakah perjuangan kita untuk menaati Allah.

4.  Melatih kita bersabar dan mengatur waktu dengan cermat

Kadang jengkel juga, ketika kita perlu, tapi ia ga bisa. Tapi, di sini kita dilatih mendapatkan kondisi pasangan kita. Pasangan kita bukan Tuhan yang bisa setiap saat. Kita dilatih bersabar, bagaimana bertahan demi satu aturan dalam agama. Kita juga dilatih bagaimana kita bisa mengatur waktu dan jadwal tanpa harus melawan arus aturan Allah.

Kesimpulan:

Janganlah bepergian sendirian bila melebihi 48 km. Dan berusahalah tidak  keluar sendiri walaupun hanya 2-4 km tanpa mahram, kecuali dalam hal yang sangat penting dan tetap izinnya pula.

Lalu bagaimana dalam duduk perkara haji.

Ada sebagian ulama berpendapat, dibolehkan seorang berhaji tanpa mahram bila jaraknya tidak melebihI 48 km.  Jika melebihi 48 km atau 3 hari 3 malam (hitungan transportasi jaman dulu), ada yang membolehkan, bila itu haji wajib.

Di sisi lain ada ulama yang berpendapat, ditemani mahram merupakan salah satu rukun wajib haji pada perempuan. Kaprikornus perempuan yang tidak wajib berhaji bila tanpa adanya mahram.

lihat juga BERHIJAB DI RUMAH

Solusi:

Sangat banyak keluhan yang kudengar dengan duduk perkara ini. Suami sibuk? Saudara sibuk? Nanti ga mandiri? Repot? Dan lainya sebagainya. Kalau kita terlalu mengajukan alasan, hingga kapan kita bisa menaati Tuhan secara kaffah. Sebaiknya carilah solusi, supaya kita bisa mengamalkannya.

Berikut beberapa tips semoga kita mengamalkan satu perintah agama ini:

1.      Niat yang kuat.

Jika ada kemauan, pasti ada jalan. Jika tidak ada kemauan, seribu alasan akan kauungkapkan.

Seperti dengan kisah akhwat di atas. Karena ada niat, maka ada kemudahan.

2.      Mungkin tak semua orang seberuntung akhwat di atas. Tapi berusahalah kerjasama dengan suami atau saudara laki-laki. Sampaikan padanya akan kewajiban ini, bila mereka tidak tau. Dan buatlah janji untuk selalu mengamalkan agama. Hal ini mungkin mudah bagi suami istri, tapi mungkin beda dengan saudara. Tunjukkan sopan santun yang baik pada mereka. Tunjukkan kalau kita memerlukan mereka. Setiap laki-laki memang sudah Tuhan karuniakan, insting melindungi, kecuali ia memang laki-laki tak bertanggung jawab.

3.      Musyawarah yakni salah satu perjuangan yang sangat efektif.

Setiap mau keluar rumah, bermusyawarahlah dengan suami atau saudara.

Dengan musyawarah, kita akan mengetahui dimana letak permasalahan dan sama-sama mencari solusi.

Jika ingin ke pasar misalnya, lihatlah di mana ada waktu luang suami atau saudara. Kalau memang waktunya cuma sekali dalam seminggu, berbelanjalah untuk cukup seminggu.

Akan selalu ada jalan, bila kita musyawarah, apalagi sekarang kita bisa beli barang kapan saja. pasar tutup, kita bisa beli ke super atau mini market.

Begitu juga bila ingin bekerja atau sekolah, berusahalah dihantar jemput oleh mahram.  

4.      Berdoa

Doa sungguh-sungguh yakni salah satu pembuktian kita, kalau kita memang ingin taat.

Ngomongnya ingin taat, tapi sekali pun tidak pernah berdoa dalam hal ini, malah ngajukan seribu alasan.

Di sisi lain, ada yang sudah terlanjur dengan kebiasaan ibarat itu, sehingga untuk mengamalkan satu hadits ini, ibarat kendaraan beroda empat yang harus banting setir. Sangat sulit. Maka berdoa, senjata pamungkas. Menangislah di hadapan Allah, istighfar alasannya kita belum bisa amalkan dan mintalah jalan untuk mengamalkan agama secara kaffah.

Berikut beberapa tips dari cahaya akhwat. Semoga bermanfaat. Niat amal dan sampaikan.

Semoga kita tergolong orang-orang yang bisa amalkan agama secara kaffah. aamiin. 

Baca Juga