Iklan Billboard 970x250

Kita dalam Al-Qur'an

Kita dalam Al-Qur'an

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Sebenarnya kita itu disebut dalam Al-Qur’an. Begini ceritanya;
Suatu ketika seorang tabi’in, Ahnaf bin Qois sedang duduk santai, kemudian dia teringat firman Tuhan ;

(لَقَدْ أَنزَلْنَا إِلَيْكُمْ كِتَابًا فِيهِ ذِكْرُكُمْ
ۖ أَفَلَا تَعْقِلُونَ (الأنبياء : 10 
“Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kau sebuah kitab yang di dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu. Maka apakah kau tiada memahaminya?” (QS: Al-Anbiya-10).
Kemudian Ahnaf berkata; eeem, saya harus mencari diri saya dalam Al-Qur’an, saya ini siapa dan seakan-akan siapa. Kemudian dia menemukan ayat;

كَانُوا قَلِيلاً مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ * وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ * وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ * (الذاريات 17-19)

“Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar. Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (QS. Adz-Dzaariyat: 17-19).
Kemudian dia menemukan ayat yang lain;

الذين ينفقون في السرّاء والضرّاء والكاظمين الغيظ والعافين عن الناس

“(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang.” (QS. Ali Imran: 134)
Kemudian dia menemukan ayat yang lain:
وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ .وَمَنْ يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ  
“… dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9)
Kemudian dia menemukan ayat yang lain;

وَالَّذِينَ يَجْتَنِبُونَ كَبَائِرَ الْإِثْمِ وَالْفَوَاحِشَ وَإِذَا مَا غَضِبُوا هُمْ يَغْفِرُون
“Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (QS. Asy-Syuura: 37)

Setelah menemukan empat golongan tersebut, dengan sifat tawadhu’ dia mengatakan; “Ya Allah, saya tidak menemukan diri saya dalam golongan-golongan itu,” kemudian dia mencari-cari lagi dan menemukan ayat;

إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ يَسْتَكْبِرُونَ
“Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada mereka: “Laa ilaaha illallah” (Tiada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.” (QS. Ash-Shaafaat: 35)
Kemudian dia menemukan golongan yang dikatakan kepada mereka;

ما سلككم في سقر .قالوا لم نك من المصلين ولم نك نطعم المسكين

“Apakah yang memasukkan kau ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,  dan kami tidak (pula) memberi makan orang.” (QS: Al-Muddatstsir, 42-44).
 Kemudian dia berkata; “ Ya Allah, biar saya tidak termasuk dari mereka.”
Hingga jadinya dia menemukan ayat ini;


وَآخَرُونَ اعْتَرَفُوا بِذُنُوبِهِمْ خَلَطُوا عَمَلًا صَالِحًا وَآخَرَ سَيِّئًا عَسَى اللَّهُ أَن يَتُوبَ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Tuhan mendapatkan taubat mereka. Sesungguhnya Tuhan Maha Pengampun lagi maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 102)

Setelah itu dia mengatakan; “Ya Allah, mudah-mudahan saya termasuk dari golongan yang ini.”
Jadi, kita termasuk yang mana?
*Saya yakin, in sya Tuhan tabi’in di atas sebetulnya termasuk dalam empat golongan pertama; dermawan, suka memprioritaskan orang lain, sering qiyamul lail, dan pemaaf. Cuma sifat tawadhu’nya mengalahkan dirinya untuk -naudzubillah- bersifat sombong dan riya.
karena sebetulnya sifat sombong itu hanya milik Tuhan, sang penguasa jagad raya.
Bagaimana dengan kita? Aih, kita itu -ألم يك نطفة من منيّ يمنى/ Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim),- tidak memiliki apa-apa untuk membuat kita sombong, karena semua yang kita miliki hanya titipin semata yang pada saatnya harus kita kembalikan. Bukan kah Labid pernah mengatakan;

وما المال والأهلون إلا ودائع : ولا بدّ يوما أن تردّ الودائع 

Semua apa yang kita miliki yakni titipan, dan suatu ketika titipan itu harus dikembalikan.

Sumber dari sini




Baca Juga
SHARE
Subscribe to get free updates

Related Posts

Post a Comment

Iklan Tengah Post