PETUNJUK JALAN HIDUP

“Permisi, Pak. Numpang nanya. Jalan ke kawasan wisata danau lewat mana ya?”

“Terus saja, Pak. Kira-kira 3 kilometer lagi ada perempatan kemudian berlok kiri.”

“Baik, terima kasih ya, Pak.”

Mobil Innova berwarna hitam melaju menlusuri jalan raya. Hilmi hendak bertamasya menghabiskan waktu liburan bersama keluarganya. Setelah kembali melihat orang dipinggir jalan, kemudian kendaraan beroda empat itu kembali menepi. Hilmi hanya ingin memastikan arah perjalanannya.

"Permisi, Pak. Numpang nanya. Jalan ke kawasan wisata danau lewat mana ya?”

“Terus saja, Pak. Di depan kira-kira 1 kilometer lagi ada perempatan kemudian belok kanan.”

“Belok kanan?” Hilmi jadi bingung.

“Iya, Pak.”

“Baiklah. Terima kasih ya, Pak.”

Jalan mana yang benar, kiri atau kanan? Sebenarnya ia ingin kembali memastikan jalan mana yang benar kepada orang tersebut. Tapi ia merasa tidak enak alasannya yaitu banyak bertanya dan terkesan membantah bila kembali bertanya.

Mobil itu kembali melaju. Di perempatan jalan Hilmi memutuskan untuk belok kanan saja. Tapi jalan yang ditelusurinya terasa semakin asing. Jalanan semakin sepi. Jalannya pun menyerupai tidak terurus, banyak yang rusak. Hilmi bertanya-tanya, apa benar ini jalan menuju kawasan wisata? Mobil hitam itu melaju pelan.

“Yah, kok jalannya agak aneh. Apa benar ini jalannya?” tanya istrinya agak bingung.

“Iya, Bu. Ayah juga merasa aneh. Kayaknya kita kesasar.” Hilmi juga kebingungan.

Hilmi merenung sebentar. Kemudian,

“Ah, gres inget. Di tas kan ada peta jalan. Nak, tolong ambilin kertas yang dibungkus plastik di tas ayah ya.”

Reza yang gres berumur 6 tahun mengambilkan benda yang dipinta ayahnya.

“Ini, yah. Memangnya ini apa, Yah?” Reza penasaran terhadap benda yang dipinta ayahnya itu.

“Ini namanya peta. Gunanya sebagai petunjuk jalan. Dengan ini perjalanan kita akan lebih mudah untuk mencapai tujuan yang ingin kita capai, Nak,” terperinci Hilmi.

Mobil itu balik arah dan kembali melaju mengikuti petunjuk yang ada di peta.

“Ah, mudah apanya. Nggak cuma peta, yah. Petunjuk-petunjuk di pinggir jalan itu juga menyuruh kita belok kiri, belok kanan, belok kiri lagi, belok kanan lagi. Bikin susah aja, Yah ” kata Reza.

“Itu memang proses yang harus dijalani kalau ingin mencapai suatu tujuan, nak. Tapi, apa benar petunjuk dibuat biar kita jadi tambah susah? Justru sebaliknya, petunjuk jalan dan peta ini memudahkan kita untuk mencapai tujuan secara efektif, lebih mudah, dan simpel. Entah itu perjalanan untuk liburan, perjalanan hidup, dan lain sebagainya. Coba ayah nggak bawa peta, tadi kita mampu kesasar jauh dan justru tambah kesulitan dalam melaksanakan perjalanan ini, Nak.” terperinci Hilmi.

“Perjalanan hidup, Yah?” tanya Reza.

“Iya, nak. Bukankah hidup ini juga sebuah perjalanan? Kalau perjalanan liburan menyerupai ini, kita butuh peta dan petunjuk jalan. Tapi kalau untuk perjalanan hidup, kita butuh petunjuk hidup yaitu Al-Qur’an,”  sahut ibunya.

“Kalau Reza menimbulkan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup, Reza mampu hidup tanpa dilema dong, Bu?” tanya Reza kepada ibunya.

“Bukan begitu, Nak. Peta tidak mampu merubah jalan yang berliku-liku menjadi lurus. Petunjuk jalan juga tidak mampu membuat jalan yang berbatu menjelma jalan aspal yang mulus. Yang Mahakuasa telah menetapkan ketentuan-ketentuan yang harus kita jalani. Dan Al-Qur’an memudahkan kita untuk melewati masalah-masalah tersebut. Jadi, jangan tambah mempersulit diri dari dilema yang sudah ada dengan tidak menimbulkan Al-Qur’an sebagai petunjuk. Bukankah kita ingin perjalanan hidup yang lebih mudah dan mampu hingga pada tujuan yang benar?”

Dengan menyebut nama Yang Mahakuasa Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang (Al-Faatihah:1) 

Kami tidak menurunkan Al Qur’an ini kepadamu biar kau menjadi susah. (Thaahaa:2)

Allah menghendaki akomodasi bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. (Al-Baqarah:185)

Al Qur’an ini yaitu fatwa bagi manusia, petunjuk dan rahmat bagi kaum yang meyakini. (Al-Jaatsiyah:20)

Artikel lama dari kiriman orang. Sayang kalau disimpan saja ^-^ 

Baca Juga