Iklan Billboard 970x250

BAGAIMANA KEDEKATANMU DENGAN ALLAH?

BAGAIMANA KEDEKATANMU DENGAN ALLAH?


Carilah pertolongan Tuhan dengan tabah dan shalat, kalimat yang sering kita dengar. Namun, masih saja sulit bagi kita untuk melaksanakannya. Selama ini mungkin kita berasumsi, “Bagaimanalah shalat kita. Shalat kita masih belum khusyuk dan tepat  mana mungkin bisa mendatangkan pertolongan Tuhan atau mana mungkin mendatangkan keajaiban.”

Sungguh, aliran menyerupai ini telah membatasi gerak kita. Dan memang bekerjsama bukan maksud ini ayat ini diturunkan. Shalat bukanlah kalimat sim salabim di dunia cerita yang akan mendatangkan apa saja.

Di analogikan begini. Ketika kita mempunyai masalah, siapa orang yang pertama yang diingat? PASTI ORANG YANG KITA CINTAI DAN PERCAYAI mampu  membantu kita. Entah orang tua, pasangan hidup ataupun teman.

Namun bagaimana kalau mereka tidak di bersahabat kita, sedangkan kita  sangat membutuhkan pemberian mereka, setidaknya mengeluarkan semua sesak di dada? Maka, selama jarak orang tersebut dapat kita jangkau, kita akan mendatangi mereka.

Padahal, Tuhan lebih bersahabat dengan kita dan terbuka setiap ketika dengan keadaan. Ketika kita punya masalah, lalu yang diingat ialah orang-orang yang kita cintai, secara tidak pribadi kita me-nomor sekiankan Tuhan di hati. Ketika kita mempunyai masalah, kita datang kepada orang kita percaya, secara tidak pribadi kita BELUM SEUTUHNYA mempercayai Allah.


Di sinilah letak kezaliman kita kepada Maha Pencipta. Makara substansi shalat bukanlah “TONGKAT AJAIB”, tetapi shalat merupakan sarana kekerabatan antara seorang hamba dengan pencipta. Semakin intens pertemuannya, maka semakin dekatlah kekerabatan keduanya.

Dan memang sudah dijelaskan pada ayat 45, “kecuali orang-orang khusyuk” bagi khsyuk dalam shalat, atau khusyuk dalam keimanan. Setidaknya khusyuk dalam keimanan, akan mengindikasi kepada khusyuk dalam shalatnya. Hal ini telah dibuktikan oleh para sahabat Radhiyallahu ‘anhum.

Seperti ketika Abdullah bin Ja’far melihat tanah tandusnya. Ia segera shalat dan tidak memerlukan waktu yang lama, tak jauh dari daerah sujudnya mengalirlah air. Keimanan Ibnu Ja’far yang begitu kuat, sehingga ketika melihat duduk perkara yang ia ingat ialah Allah. Maka tak heran, shalatnya pun khusyuk dan pribadi menerima pertolongan Allah.

Maka, bukan tujuan utama apakah kita bisa shalat khuusyuk dan mendatangkan pertolongan Allah, yang terpenting bagaimana menyebabkan ALLAH YANG PERTAMA DIINGAT DAN DIDATANGI.

Sekarang kita posisikan diri kita di posisi (maaf) “Allah”. Jika kita tau, pasangan kita mempunyai masalah, dan pertama yang ia datangi ialah orang lain, bagaimana perasaan kita? Pasti kita sangat marah, kecewa, sedih, dan merasa tak berarti alasannya ialah pasangan kita lebih mempercayai orang lain.

Begitulah juga Allah. Maka disinilah terasa makna ujung ayat, “Sungguh, Tuhan bersama orang-orang yang sabar.” Ketika kita mendatangi Allah, maka Tuhan akan bersama kita dan pertolongan-Nya akan mudah turun.
Allahu a’lam.
Jadi, ketika kita punya masalah, siapa yang kita ingat dan didatangi? Jangan hingga Tuhan nomor sekian di hati kita. Na’udzu billah.

Ayat ini memang bukan hal yang mudah dilaksanakan bagi kita yang memiliki kepercayaan setipis bawang. Setidaknya berusahalah untuk melaksanakannya.

Mengupayakan sifat tabah dalam diri kita. Sabar dan shalat merupakan sebuah kesatuan. Tidak bisa dipisahkan sama lain. Orang yang tidak memiliki sifat sabar, mudah mengeluh, atau grasak grusuk, tidak mungkin bisa menyebabkan shalat sebagai penolongnya.  Dan setelah shalat pun, kita harus tabah dalam menjalani keputusan Allah.

Tidak penting apakah shalat kita akan mendatangkan pertolongan atau tidak. Yang penting, bagaimana semoga kita bisa melakukan perintah dalam ayat-ayat ini. Tidak penting apakah kita memerlukan pertolongan atau tidak, yang penting bagaimana kita bisa menautkan hati kepada Allah.

Seperti Ibnu Abbas, ketika dalam suatu perjalanan, dia mendengar salah satu Ummahatul Mukminin meninggal dunia. Ibnu Abbas turun dari hewan kendaraannya dan shalat. Beliau berkata, “Inilah perintah Tuhan dan tidak ada petaka yang paling besar selain meninggalnya Ummahatul Mukminin.” Ya benar, meninggalnya Ummahatul Mukminin  ialah petaka besar dan tidak mungkin kembali lagi walaupun sekaliber shalatnya para sahabat. Akan tetapi, yang terpenting bagaimana mereka bisa melakukan perintah Tuhan dan menyebabkan Allah, pertamanya daerah mengadu. 


Baca Juga
SHARE
Subscribe to get free updates

Related Posts

Post a Comment

Iklan Tengah Post