Iklan Billboard 970x250

HAL-HAL YANG MEWAJIBKAN BERHIJAB DI RUMAH?

HAL-HAL YANG MEWAJIBKAN BERHIJAB DI RUMAH?



Cahaya akhwat - Berhijab di rumah dari yang bukan mahram merupakan artikel yang paling laris diantara artikel lain di blog lama dulu, bahkan mengundang banyak sekali pertanyaan konsultasi, entah di komentar blog atau di email.  
Kerabunan masyarakat memahami persoalan mahram dan siapa saja mahram perempuan, sehingga tak jarang dengan tanpa merasa bersalah mereka buka aurat di dalam rumah alasannya yakni dianggap bukan siapa-siapa.
Lihat Siapa Mahram Kita
Ditambah lagi dengan banyak sekali kondisi sehingga mencampurbaurkan dengan orang yang bukan di dalam rumah.
Beberapa situasi yang mengharuskan wanita berhijab walaupun di rumah:
1.      Ipar
Banyak sekali yang belum memahami hal ini, atau memang kadang  kondisi keuangan yang belum memungkinkan sehingga harus tinggal bersama mertua, padahal masih ada saudara laki-laki suami.
 “Janganlah kalian menjumpai wanita- wanita (yang bukan mahram).” Ada seorang bertanya,”  Ya Rasulullah saw, bagaimana (hukumnya) dengan ipar? “ Beliau bersabda,” Saudara ipar yakni maut.” (Muttafaq alaih)
2.      Anak kemanakan.
Ada juga yang mengeluhkan; suami membawa anak kemanakan atau anak paman yang masih sekolah atau kuliah, dengan alasan balas jasa atau menghemat keuangan alasannya yakni tidak perlu mengkos.
3.      Pembantu atau anak buah kerja.
Sering juga terjadi dalam masyarakat, alasannya yakni cowok itu anak buah kerja sehingga tak jarang mereka mampu berlalu lalang dalam rumah, bahkan di tampung dalam rumah.
4.      Tamu.
Ada juga orang yang yang mendapatkan tamu dalam jangka panjang dengan alasan relasi atau satu kampung.
5.      Orang buta.
Jangan mentang-mentang mereka tidak mampu melihat, lalu kau seenak hati membuka hijab. Ketahuilah fungsi hijab yakni melindungimu dari pandangan orang lain juga memandang orang lain.
Dari Ummu Salamah r.ha, ketika itu ia bercelak di sisi Rasulullah saw bersama Maymunah r.ha. Tiba- tiba muncullah Abdullah bin Ummi Maktum r.a yang buta di hadapan mereka, kemudian ia datang kepada Rasulullah saw ( alasannya yakni ia buta, tidak dapat melihat, maka kami berdua tidak segera meghijabi diri. Kami tetap disisi Rasulullah saw). Rasulullah saw bersabda,” berhijablah kalian darinya.”  Saya berkata. “ Ya Rasulullah saw, bukankah dia buta? Ia tentu tidak dapat melihat kami?” Rasulullah  saw bersabda, “bukankah kalian berdua tidak buta darinya? Apakah  kalian tidak melihatnya? “ ( Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud)
6.      Anak angkat
Mengambil  anak angkat, sesuatu tindakan yang mulia di mata masyarakat. Ada juga, dijadikan solusi bagi pasutri yang belum memiliki keturunan.

 Tidak persoalan mengangkat atau mengasuh seorang anak, terlebih lagi bila anak tersebut yakni yatim piatu. Tentu memelihara yatim piatu sangat di anjurkan oleh agama. Akan tetapi yang harus kita pikirkan, anak angkat laki-laki itu bukan mahram istri dan putri atau anak angkat perempuan bukan mahram suami.

Kecuali mengambil anak angkat putra dari anak saudara istri atau anak putri dari saudara putri suami. Akan tetapi bila kita kelak memiliki anak, maka anak kita bukan mahram anak angkat tersebut.
7.      Mantan suami.
Sejujurnya saya tak habis pikir dalam hal ini. Tapi, memang ada yang mengeluhkan melihat sahabat masih seatap dengan mantan suami. Atau juga, dengan alasan menjenguk anak alasannya yakni jaraknya cukup jauh, sehingga mantan suami bermalam di rumah.
Allahu akbar, sulit sekali membayangkan situasi-situasi menyerupai di atas.
Banyak yang mengadukan betapa susahnya menjaga hijab full day. Terlebih lagi bila laki-laki tersebut tidak paham agama. Tau-tau dia ada di samping dikala kita istirahat atau di dapur.

Kadang dalam mendapatkan keluhan-keluhan menyerupai ini pun membuatku merinding. Bagaimana tidak, untuk memberi solusi kadang kita harus membayangkan sendainya situasi menyerupai mereka, sehingga kita mampu memberi pandangan jalan keluar.
Cukup dongeng Zulaiha dan Yusuf dijadikan sebagai bagi kita. Bahwa memang sangat mudah mengundah fitnah, bila adanya bukan mahram di dalam rumah. 
lihat juga Hukum Akhwat Pergi tanpa Mahram
Di mengembangkan media sering diberitakan; perkosaan terhadap  sepupu,  anak tuan rumah, bahkan perselingkuhan isteri bersama anak buah suaminya.  Dan tentu ini tidak di inginkan oleh Islam.  Dan Islam memperlihatkan hukum-hukum agama demi kesucian dan kehormatan keluarga.
Akhwat, bila situasimu masih menyerupai di atas. Maka beberapa hal yang harus kauperhatikan.
1.      Jaga hijab.
Kau harus jaga hijab dari yang bukan mahram, walaupun kalau tinggal serumah. Dan juga perhatikan hijab anak putrimu.
2.      Jangan bersendirian.
“Jika laki- laki dan perempuan satu ruangan maka yang ketiganya yakni setan.” (Tirmidzi)
Kau harus menghindari situasi tertinggal hanya berduaan di dalam rumah dan jangan hingga kau tinggalkan putri atau putramu (jika di rumah ada perempuan bukan mahram) sendirian di rumah.
3.      Sediakan aplikasi hijab rumah.
Mudahan kedepannya, saya mampu membahas persoalan aplikasi hijab di rumah.
Secara garis singkatnya: hijab rumah yakni berupa sekat, dinding atau tirai yang membatasi ruangan, sehingga memisahkan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
“ …..Apabila kau meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” ( Al- Ahzab: 53)
Untuk lengkapnya aplikasi hijab di rumah lihat di sini

Pernah nginap di rumah masturah di Bogor.  Rumah dia berbentuk L.  Satu pojok untuk adik-adik perempuan beliau, dan satu pojok untuk keluarga beliau.  Saya salut dengan rancangan menyerupai ini.  Beliau mampu tidak mencampur adukkan  antara adik-adik perempuan dengan suami beliau, dan di sisi lain dia mampu memperhatikan kehidupan adik-adik beliau.
4.      Tidak melemahlembutkan suara
“…. Maka jangan sekali- kali kau tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al- Ahzab:32)
Walaupun mereka kerabat atau walaupun ada sekat yang menghalangi, janganlah berbicara lemah lembut, mendayu-dayu sehingga mampu mengundang penyakit dalam hati mereka. Bicaralah yang tegas, bila memang kondisinya harus berbicara.
5.      Tidak melebihi dari tiga hari
Tidak melebihi dari 3 hari mendapatkan tamu yang bukan mahram. Hak tamu hanya 3 hari.
“ Barang siapa beriman kepada Yang Mahakuasa dan hari selesai maka hendaklah dia menghormati tamunya, sebagai hadiahnya.” Para sahabat bertanya, “Lalu apa hadiahnya itu, wahai Rasulullah ?”  Beliau menjawab, “yaitu, siang dan malam harinya. menjamu tamu itu wajib selama tiga hari, dan setelahnya termasuk sedekah.” ( Muttafaq Alahi)
Maksud saya di sini, bukan menganjurkan bersikap buruk kepada tamu apalagi mengusirnya. Bagaimana pun mendapatkan dan melayani tamu yakni salah satu amalan yang mulia dan mengandung keberkahan.
Akan tetapi, dalam mendapatkan tamu melebihi tiga hari, yang harus kita pikirkan, bila tamu laki tersebut bukanlah mahram dari istri dan anak putri atau tamu perempuan bukanlah mahram dari suami atau anak putra.
Selain itu, istri atau akhwat, jangan sekali-kali mendapatkan tamu laki-laki bila di rumah tidak ada laki-laki kita.
6.      Musyawarah dengan suami.
Musyawarah di sini, bukan maksud memaksa suami ngontrak rumah, lalu pindah. Kenyataannya kita harus memahami kondisi keuangan suami atau kondisinya sudah menyerupai itu.
Jika ada keterlanjuran menampung yang bukan mahram dalam rumah, maka musyawarahkan pula, bagaimana supaya di rumah tanpa ada mahram.
Kepahaman agama yang paling penting dalam kedua belah pihak. Musyawarah dalam hal menyerupai ini harus berkepala dingin. Istri harus memahami kondisi suami dan suami pun harus memahami kondisi istri dan anak-anak.
Alhamdulillah, bila mampu mengatasi persoalan ini sehingga tidak ada lagi yang bukan mahram dalam rumah. Akan tetapi bila kondisinya tidak memungkinkan,  maka bermusyawarah dan bekerjasamalah dengan suami. Bagaimana supaya kondisinya tidak bercampur baur, dan tidak tertinggal berduaan.
Jika dimusyawarahkan, insya Yang Mahakuasa jalan.
Dulu ada juga mengeluh (seorang ikhwan); sulit bagi dia menolak anak paman yang mau kuliah alasannya yakni dia juga sewaktu kuliah menginap di rumah paman.
Tapi setelah hijrah, dia menjadi bingung. Sangat sulit baginya membayangkan bagaimana istri harus jaga hijab fulltime. Dan dia pun tak mungkin selalu ada di rumah, sedangkan istri selalu ada di rumah, maka sangat memungkinkan istri dan anak kemanakan tinggal hanya berduaan di rumah.
Maka saya sarankan; bila memiliki keuangan lebih, tidak salahnya menyewakan kos dengan uang langsung alasannya yakni membantengi keluarga dari fitnah lebih mahal dari uang seberapa pun. Tetapi, bila tidak memungkinkan, sediakan ruangan khusus untuk anak paman. Di mana ruangan itu, ada kamar mandi, dispenser, rice cooker bahkan dapur bila bisa. Maka hal ini sudah meminimalisasi pertemuan istri dengan anak paman.
Dan yang paling penting, pahamkan anak paman tersebut akan bagaimana agama mengatur dalam hal ini.
7.      Meminta santunan saudara
Seperti yang diceritakan diatas, ada mantan suami saudara yang menjenguk anaknya dengan menginap. Dia bicarakan ke ibunya alasannya yakni ibunya tidak paham akan hukum menyerupai itu, maka ibunya mengabaikannya.
Maka di sini saya menyarankan, minta santunan saudara laki-laki (jika ada) untuk juga memahamkan kepada ibu atau meminta saudara laki-laki menginap, bila ada mantan ipar  menginap di rumah.
8.      Berdoa kepada Allah
Berdoa kepada Allah, sesuatu yang harus dilakukan biar Yang Mahakuasa memberi fasilitas jalan keluarnya.
Sekian tips dari cahaya akhwat. Jika ada saran, keluhan dan pertanyaan silahkan tulis di kotak komentar atau mengisi form di kontak us. Kami akan menanggapi sebisa kami.  Akan tetapi bila tak ada balasan dari kami, kemungkinan kami yang tidak online atau memang di luar kekuasan, keilmuan dan kepahaman kami. 

Terima kasih.
Baca Juga
SHARE
Subscribe to get free updates

Related Posts

Post a Comment

Iklan Tengah Post